![]() |
Birokrasi dan pengelolaan anggaran negara sering kali dipersepsikan sebagai mesin raksasa yang kaku, lambat, dan terikat pada prosedur berbelit. Namun, Menteri Keuangan Purbaya kini menggulirkan sebuah gebrakan dalam doktrin fiskal yang menantang status quo. Ia memperkenalkan filosofi yang dapat disebut sebagai "Doktrin Akselerasi Pragmatis": dana negara harus bekerja cepat dan efektif, atau akan dialihkan.
1. Prinsip 'Gunakan atau Hilang': Anggaran Program Unggulan Bisa Dialihkan
Menteri Keuangan Purbaya menegaskan bahwa anggaran untuk program-program unggulan, termasuk "makan bergizi gratis" (MBG), dapat ditarik kembali jika pelaksanaannya belum siap. Namun, ini bukanlah ancaman semata. Ia membingkai kebijakannya dalam model "dukungan tinggi, akuntabilitas tinggi". Di satu sisi, ia berjanji memberikan dukungan penuh dan cepat. "Saya supporter aja... Kalau mereka perlu dukungan Kementerian Keuangan, kita proses dengan cepat," ujarnya.
Di sisi lain, jika dukungan itu tidak membuahkan hasil, konsekuensinya tegas. Ia menekankan bahwa penarikan dana bukanlah sebuah teguran ("bukan negur"), melainkan langkah logis untuk memastikan uang negara tidak menganggur. Logikanya sederhana: jika dana tidak bisa diserap, lebih baik dialihkan ke pos lain yang lebih siap dan mendesak.
Pernyataan Menkeu secara lugas merangkum pendekatan ini:
"Kan gitu fair? Daripada uangnya nganggur—saya kan bayar bunganya juga—saya akan alihkan ke tempat lain yang lebih siap."
Pendekatan ini mengejutkan karena menantang gagasan konvensional bahwa alokasi anggaran adalah "dana aman". Kebijakan ini secara efektif menciptakan tekanan positif bagi kementerian untuk bergerak cepat, atau berisiko kehilangan anggarannya. Ini adalah pilar utama dari Doktrin Akselerasi Pragmatis Purbaya.
2. Dari Program ke Rakyat: Alokasi Ulang Dana untuk Bantuan Langsung
Lalu, ke mana dana yang "nganggur" tersebut akan dialihkan? Jawaban Purbaya sangat konkret: langsung ke masyarakat. Ia menyebutkan kemungkinan untuk mengalihkan dana tersebut guna memperluas program seperti "bantuan beras 10 kg yang diberikan dua kali."
Kebijakan ini merupakan inti dari doktrinnya, yaitu menciptakan hubungan langsung antara efisiensi birokrasi dan kesejahteraan rakyat. Ketika sebuah program besar gagal berjalan tepat waktu, dampaknya bukan lagi sekadar angka serapan anggaran yang rendah, melainkan hilangnya kesempatan untuk memperluas bantuan sosial. Hal ini membuat kebijakan fiskal terasa lebih nyata, di mana kecepatan pemerintah berdampak langsung pada bantuan yang diterima warga.
3. Logika 'Kantong Kiri, Kantong Kanan': Pajak Dihapus untuk Kecepatan
Pragmatisme Menkeu Purbaya tidak berhenti pada realokasi anggaran. Ia juga menunjukkan fleksibilitas dalam aturan demi mempercepat proyek strategis, seperti pembebasan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) untuk sebuah proyek pemerintah di Papua. Komitmennya pada kecepatan begitu mutlak, ia bahkan menyatakan, "kalau [permintaan] kasih ke saya, saya keluarkan hari ini itu, cepat jadinya."
Ia membenarkan tindakannya dengan analogi "kantong kiri, kantong kanan". Menurutnya, memungut PNBP dari proyek yang sumber dananya juga berasal dari pemerintah hanyalah tindakan memindahkan uang dari satu rekening negara ke rekening lainnya. Proses ini tidak hanya gagal menambah nilai, tetapi secara aktif menjadi hambatan birokratis yang mengorbankan aset paling berharga dalam pembangunan: kecepatan.
Pendekatan ini memprioritaskan hasil akhir—proyek berjalan cepat—di atas kepatuhan buta pada prosedur. Dengan menghilangkan hambatan administratif, fokus utama dialihkan sepenuhnya pada percepatan eksekusi di lapangan.
Era Baru Efisiensi Anggaran?
Filosofi yang diusung Menteri Keuangan Purbaya dapat dirangkum dalam tiga kata: kecepatan, pragmatisme, dan efisiensi. Ia mengirimkan sinyal kuat bahwa era di mana anggaran hanya sekadar dihabiskan telah berakhir. Ini adalah sinyalemen berakhirnya era kepatuhan prosedural dan dimulainya era akuntabilitas berbasis hasil. Fokusnya adalah memastikan setiap rupiah memberikan dampak maksimal, cepat, dan terasa langsung oleh masyarakat.
Jika pendekatan tegas yang diimbangi dengan janji dukungan penuh ini diterapkan secara konsisten, mampukah ia mengubah budaya birokrasi dan mempercepat laju pembangunan nasional secara signifikan?
Komentar0