Sebuah pidato perdana di panggung dunia seperti Sidang Umum PBB selalu menjadi momen krusial bagi seorang pemimpin baru. Namun, pidato Presiden Prabowo Subianto baru-baru ini tidak hanya menarik perhatian global, tetapi juga memicu reaksi emosional dari seorang diplomat kawakan Indonesia, yang mengaku "terharu dan bangga". Jelas, ini bukan sekadar pidato biasa; ini adalah sinyal kuat tentang pergeseran strategis diplomasi Indonesia.
1. Mengakhiri "Puasa" 11 Tahun di Panggung Dunia
Kehadiran fisik Presiden Prabowo di New York adalah yang pertama bagi seorang Presiden Republik Indonesia dalam 11 tahun terakhir di Sidang Majelis Umum PBB. Signifikansinya tidak bisa diremehkan. Menurut Dino Patti Djalal, eks Wakil Menteri Luar Negeri RI yang juga pernah menjadi penulis pidato Presiden SBY, absennya kepemimpinan Indonesia di level tertinggi telah menciptakan sebuah "persepsi" di mata dunia.
Secara spesifik, ketidakhadiran ini terjadi karena Presiden Joko Widodo tidak pernah sekalipun menghadiri Sidang Majelis Umum PBB secara fisik selama masa jabatannya. Akibatnya, muncul kesan bahwa Indonesia seolah "memunggungi diplomasi multilateral". Oleh karena itu, kehadiran langsung Prabowo di mimbar PBB menjadi sebuah pernyataan simbolis yang kuat. Ini bukan sekadar catatan kaki sejarah, melainkan sebuah langkah strategis untuk secara tegas membantah persepsi tersebut dan memproklamasikan kembalinya Indonesia ke pusat panggung global.
2. Pesan Lantang Itu Akhirnya Terdengar: "Indonesia is Back"
Setelah mengakhiri absen 11 tahun yang simbolis itu, Presiden Prabowo kemudian menggunakan panggung tersebut untuk menyampaikan pesan yang sudah lama tidak terdengar begitu jelas. Menurut analisis tajam Dino Patti Djalal, seluruh pidato Prabowo dapat disuling menjadi satu pesan yang menggelegar:
"Pesan penting yang dikirim dari pidato Presiden tersebut kepada dunia adalah Indonesia is back in multilateralism diplomacy, Indonesia is back in multilateral diplomacy."
Penegasan ini krusial. Ini adalah deklarasi bahwa Indonesia tidak lagi hanya berpartisipasi, tetapi siap kembali mengambil peran kepemimpinan dan memberikan kontribusi nyata dalam percaturan politik internasional setelah periode yang terkesan lebih berfokus ke dalam.
3. Bukan Sekadar Kata-kata, Tapi Gestur dan Gema Tepuk Tangan
Namun, pesan itu tidak hanya terkandung dalam kata-kata; ia dimanifestasikan dalam sebuah penampilan yang berapi-api dan penuh keyakinan. Pesan "Indonesia is back" tidak dibisikkan, melainkan diteriakkan melalui bahasa tubuh yang kuat dan respons audiens yang luar biasa. Detailnya berbicara banyak:
- Prabowo tercatat mengentakkan tangannya ke meja mimbar sebanyak delapan kali, sebuah gestur yang menegaskan setiap poin pentingnya.
- Pidatonya disela oleh delapan kali tepuk tangan meriah dari para delegasi negara lain.
- Puncaknya, pidato diakhiri dengan standing ovation dari para hadirin.
Ini bukan sekadar statistik. Gestur dan tepuk tangan ini adalah bukti fisik bahwa pesan Indonesia tidak hanya didengar, tetapi juga diterima dengan antusias. Ini adalah performa diplomasi yang dirancang untuk meninggalkan kesan mendalam dan menghapus keraguan tentang keseriusan Indonesia.
Jelas, pidato Presiden Prabowo di Sidang Umum PBB lebih dari sekadar rutinitas diplomatik. Ini adalah deklarasi bahwa era introspeksi telah berakhir dan era proklamasi telah dimulai. Dengan kembalinya Indonesia secara aktif di panggung global, langkah konkret apa yang paling kita nantikan dari diplomasi Indonesia ke depannya?
Komentar0